Kampus ITS, Opini – Dalam keseharian masyarakat, kita sudah tidak asing lagi mendengar umpatan yang seringkali dilontarkan seseorang ketika sedang berbicara. Mengumpat biasanya diikuti dengan adanya emosi tertentu sehingga acapkali dikonotasikan sebagai bentuk merendahkan orang lain. Namun, apakah umpatan selalu ditujukan untuk merendahkan orang lain?
Mengumpat sendiri merupakan bentuk kekerasan verbal yang identik dengan ungkapan menghina orang lain sehingga penggunaan kata-kata umpatan pun dianggap tabu di masyarakat. Seperti ungkapan ‘pedang bermata dua’, tindakan mengumpat secara serampangan memiliki dua sisi yang berdampak negatif. Tentunya berdampak melukai perasaan si sasaran umpatan, serta merugikan diri sendiri atas cerminan karakter pribadi yang tidak baik sebagai akibatnya.
Uniknya, sebagian besar anak muda malah beranggapan bahwa umpatan menjadi hal yang biasa diucapkan ketika sedang mengobrol dalam pergaulan mereka. Bagi mereka, mengumpat dianggap sebagai salah satu bentuk pendekatan dalam berteman sehingga sah-sah saja apabila mereka menggunakan kata-kata umpatan ketika berbicara sesama teman. Tak lain latar belakangnya adalah karena ingin mendapatkan konformitas dengan rekannya agar dianggap gaul.
Ditambah adanya fakta lagi bahwa mengumpat berpotensi menyebabkan konflik sosial sebab termasuk ke dalam penghinaan kepada orang lain. Hal ini telah ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 2023 pada bab 17 tentang Tindak Pidana Penghinaan. Dijelaskan bahwa bagi orang yang melakukan penghinaan, bisa mendapatkan hukuman penjara selama enam bulan hingga tiga tahun.
Lantas, menilai dari kedua sisi tersebut, apakah mengumpat lebih condong sebagai suatu bentuk penghinaan ataukah sebagai tanda kedekatan kita dalam berteman?
Jawabannya adalah kembali ke pemaknaan suatu kata itu sendiri. Penghinaan atau bukan, dalam menanggapi suatu umpatan sebaiknya kita memahami makna yang disampaikan dari kata-kata tabu tersebut. Memang, mengumpat menjadi perkara dilematis bagi orang yang sering mengucapkan. Di masyarakat, mengumpat dianggap sebagai perilaku yang melanggar norma kesopanan sehingga si mengumpat selalu mendapat label negatif.
Alih-alih sebagai perilaku yang melanggar norma kesopanan, mengumpat juga bisa menjadi indikator pendekatan dalam pertemanan serta pergaulan. Dalam situasi yang tepat, mengumpat dapat mempererat hubungan diantara seseorang karena tidak menargetkan kata-kata tabu tersebut secara negatif kepada orang lain. Oleh sebab itu, mengumpat perlu pemahaman terhadap situasi agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Dari sini, dapat ditarik kesimpulan bahwa mengumpat bagaikan dua sisi mata uang. Secara fundamental dan hukum, mengumpat merupakan bentuk penghinaan kepada orang lain yang telah memiliki hukuman tersendiri sesuai dengan undang-undang KUHP. Namun, di sisi lain mengumpat dapat menunjukkan sebuah kedekatan seseorang dalam suatu pergaulan.
Menurut saya, mengumpat sah-sah saja dilakukan selama penggunaan kata-kata tersebut tidak mengganggu perasaan lawan bicara ataupun kenyamanan orang-orang di sekitarnya. Selain itu, penggunaan kata-kata umpatan juga harus memperhatikan batasan moral masyarakat sekitarnya. Contohnya, terdapat kosakata tertentu yang sangat tabu diucapkan sehingga bisa saja mendapat teguran apabila menyebutkannya.
Sebelum menutup tulisan ini, izinkan saya mengutip seorang aktivis pengguna bahasa Indonesia sekaligus Direktur Utama Narabahasa yakni Ivan Lanin. Ia mengatakan bahwa kata merupakan objek yang netral, namun yang membuatnya berbeda makna adalah tafsir manusia itu sendiri. Dari kutipan tersebut, dapat diambil pesan moral bahwa kita harus bijak dalam penggunaan bahasa, sebab setiap orang pasti memiliki pemaknaan kata mereka masing-masing. (*)
Ditulis oleh:
Regy Zaid Zakaria
Departemen Teknik Lingkungan
Angkatan 2021
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News – Indonesia terdiri atas beribu suku bangsa dan budaya, menyiratkan keberagaman yang tertanam dalam kehidupan
Kampus ITS, ITS News — Tak hanya berkomitmen untuk senantiasa menghadirkan inovasi mutakhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) juga
Kampus ITS, ITS News — Tim Pengabdian Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan aplikasi Kinderfin, untuk meningkatkan
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan atas inovasi anak bangsa, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berkolaborasi dengan Universitas