Kampus ITS, ITS News — Sejak lama, Indonesia tak pernah bosan menyuarakan visi untuk menjadi poros maritim dunia. Namun, hingga saat ini belum ada pergerakan masif yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan visi tersebut. Lantas, akankah cita-cita besar bangsa tersebut menjadi angan semata?
Jawabannya adalah tidak. Begitulah yang diungkapkan oleh Ketua Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI), Dr Riant Nugroho MSi. Riant menuturkan, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi poros maritim dunia. Akan tetapi, masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi untuk memaksimalkan potensi tersebut.
Untuk menjadi poros maritim dunia, Indonesia perlu menguatkan peran sektor maritim secara maksimal. Hal tersebut mencakupi penguatan infrastruktur, politik, hukum, keamanan, ekonomi, serta sosial dan budaya. Namun, Riant menerangkan, sebelum membahas berbagai hal tersebut dengan rinci, ada satu hal penting yang tidak boleh terlupakan. “Indonesia belum memiliki luaran konsep soal poros maritim dunia yang cukup kuat,” ucapnya.
Saat ini, konsep yang tidak matang menjadi hambatan utama dalam mewujudkan Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia. Hal itu terjadi karena Indonesia masih belum berhasil meramu konsep kebijakan maritim yang kuat nan tepat guna. “Oleh karena itu, kebijakan yang diterapkan pun sama tidak matangnya,” ujarnya.
Riant melantaskan bahwa masih belum ada kebijakan yang komprehensif dan koheren dalam upaya pengembangan maritim di Indonesia. Meskipun pembangunan tol laut tengah diupayakan, tetapi langkah tersebut dinilai masih kurang efektif untuk mendukung fundamental pembangunan sektor maritim. “Ketidakmatangan konsep dan manajemen yang tidak tertata membuat segalanya semakin goyah,” sambungnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia perlu menguatkan sektor maritim secara maksimal. Penguatan sektor maritim sendiri perlu diterapkan dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang paham betul dengan urgensi sektor maritim. Oleh sebab itu, peran akademisi dan praktisi menjadi kunci untuk mengeksekusi visi.
Namun, Riant mengakui, Indonesia kenyataannya masih belum mendirikan badan institusi untuk mendukung pembangunan maritim secara masif. Padahal, untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkapabilitas, pendidikan yang menjurus sangat diperlukan guna menopang kemampuan para pemuda, baik secara teknis maupun akademis.
Selain itu, menurut Riant, negara juga perlu memiliki badan institusi terpusat yang bertanggung jawab secara penuh untuk merancang konsep, strategi, hingga eksekusi detail mengenai sistem dan kebijakan yang akan diterapkan. “Sehingga sistem yang selama ini belum sistematis dapat dirombak menjadi strategi yang jitu,” tegasnya.
Apabila semua fundamental tersebut telah saling terhubung, maka bukan mustahil jika visi Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia dapat terwujud. Namun, perlu digarisbawahi bahwa sebelum menargetkan diri menjadi poros maritim dunia, menjadikan sektor maritim sebagai poros kehidupan nasional adalah prioritas utama. “Jangan lupakan tantangan dan hambatan yang ada di internal sendiri,” tambahnya dalam kuliah tamu Kebijakan Maritim Indonesia Departemen Teknik Transportasi Laut, Juni 2023 lalu.
Riant berharap, dengan sinergi dan energi yang selaras, maka Indonesia menuju poros maritim dunia akan segera berada di dalam genggaman. Perlahan-lahan tetapi pasti, lambat laun harapan tersebut tidak lagi sekadar visi dan manifestasi, melainkan sebuah realisasi. (*)
Reporter: Hibar Buana Puspa
Redaktur: Muhammad Faris Mahardika
Kampus ITS, ITS News — Menyokong antisipasi terjadinya bencana serta terus berupaya mengedukasi masyarakat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui
Kampus ITS, ITS News — Transisi menuju energi terbarukan menjadi fokus utama demi lingkungan yang berkelanjutan. Mendukung hal tersebut,
Kampus ITS, ITS News — Sektor industri memainkan peran yang cukup penting dalam meningkatkan daya saing di pasar global. Mendukung
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui PT ITS Tekno Sains semakin dipercaya untuk mendukung sektor