ITS News

Selasa, 26 November 2024
26 Juni 2024, 21:06

Lewat Road to Campus, ITS Kupas Tuntas Seputar UHI

Oleh : itscal | | Source : ITS Online
Sesi Talkshow Road to Campus

(dari kiri) Dr Eng Ir Arie Dipareza Syafei ST MEPM IPM, Rizki Atthoriq Hidayat, dan Dian Tri Irawaty PhD ketika mengisi sesi talkshow mengenai peran generasi muda dalam mitigasi urban heat island

Kampus ITS, ITS News — Maraknya pembukaan lahan di perkotaan kian memperparah peningkatan suhu yang kerap disebut dengan fenomena urban heat island (UHI). Dalam seminar Road to Campus Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2024, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) hadirkan pembahasan mendalam mengenai langkah efektif dalam memitigasi fenomena ini.

Dalam sesi kegiatan yang diadakan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia ini, Kepala Departemen Teknik Lingkungan ITS Dr Eng Ir Arie Dipareza Syafei ST MEPM IPM menjelaskan, UHI merupakan fenomena yang timbul ketika suhu udara di area perkotaan lebih tinggi daripada wilayah lain di sekitarnya. “Area itu didefinisikan sebagai permukaan material yang sifatnya merefleksikan energi panas surya sehingga suhunya relatif lebih panas,” tuturnya.

Fenomena yang juga dikenal dengan istilah pulau bahang perkotaan ini disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk diiringi dengan peningkatan aktivitas manusia di perkotaan. Dengan maraknya aktivitas tersebut, lanjut Arie, berakibat pada banyaknya alih fungsi lahan menjadi bangunan dan pemukiman. “Hal ini dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca karena mengurangi lahan terbuka hijau di daerah tersebut,” terang dosen kelahiran Surabaya ini.

Selaras dengan Arie, kekhawatiran terkait fenomena UHI juga disampaikan oleh Project Director Rujak Center for Urban Studies Dian Tri Irawaty PhD. Dian menunjukkan bahwa di tahun 2023 Indonesia menduduki peringkat pertama dari 54 negara yang berisiko tinggi terancam krisis iklim. “Tercatat di Indonesia, kerugian akibat kejadian cuaca ekstrem ini meningkat 151 persen dalam 20 tahun ini,” jelasnya.  

Kerugian tersebut meliputi hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan angka kematian, penyakit manusia yang terkait dengan panas, serta kekeringan yang lebih sering terjadi. Dian mengatakan bahwa manusia tidak boleh hanya sekadar beradaptasi, melainkan juga mulai bergerak untuk melakukan langkah-langkah mitigasi. “Ini menjadi suatu urgensi untuk mengkaji strategi mitigasi yang sesuai,” pungkasnya. 

Dian melanjutkan, terdapat tiga strategi utama untuk mengatasi fenomena UHI. Langkah pertama yakni vegetation facade yang menggunakan tanaman hidup sebagai ornamen di luar dinding bangunan. Kedua, metode vertical gardening dengan menanam tanaman secara vertikal sebagai solusi bercocok tanam di ruang yang terbatas. Langkah ketiga yakni menerapkan konstruksi permukaan jalan yang digabungkan dengan material hijau atau green pavements

Rizki-Atthoriq-Hidayat-ketika-menerangkan-peran-generasi-muda-dalam-upaya-mitigasi-fenomena-UHI

Rizki Atthoriq Hidayat ketika menerangkan peran generasi muda dalam upaya mitigasi fenomena UHI

Selain strategi mitigasi oleh para akademisi serta penggiat lingkungan, perwakilan Green Leadership Indonesia Rizki Atthoriq Hidayat menekankan bahwa anak muda terutama kalangan Gen Z memiliki peranan yang tak kalah penting dalam memitigasi UHI. “Kesadaran masyarakat khususnya para generasi muda menjadi mata tombak dalam memerangi fenomena ini,” tegas Rizky.

Pemuda asal Jakarta tersebut mengungkapkan, generasi muda memiliki akses yang luas terhadap informasi dan teknologi untuk menyebarkan kesadaran mengenai bahaya peningkatan suhu udara. Di antaranya seperti lewat mempromosikan penggunaan energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, serta penerapan praktik hijau lainnya. “Hal ini dapat dengan mudah dilakukan dengan akses ke media sosial, kampanye online, dan kegiatan komunitas lokal,” ujar Rizky. 

Melalui acara ini, Rizky berharap semakin banyak anak muda yang berdedikasi untuk menjadi penggerak unggul dalam mengatasi fenomena UHI. Sebab, generasi muda memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bisa menggali ilmu sebagai modal dasar dalam membuat pergerakan. “Apabila semua pergerakan kompak dan serempak, perubahan ke arah lingkungan yang lebih baik bukanlah sesuatu yang tidak mungkin,” tutup Rizky penuh harap. (*)

 

Reporter: Putu Calista Arthanti Dewi
Redaktur: Ricardo Hokky Wibisono

Berita Terkait