Kampus ITS, ITS News — Urgensitas isu perubahan iklim memerlukan kolaborasi dari berbagai sektor, salah satunya akademisi. Berkontribusi dalam upaya mengatasi perubahan iklim, sivitas akademika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menjadi pembicara kunci dalam Konferensi TAKSNA di Tunisia, 20 Oktober lalu.
Konferensi TAKSNA merupakan sebuah pertemuan yang mewadahi para pemangku kepentingan dari berbagai negara untuk menyuarakan isu perubahan iklim. Konferensi yang menjadi kolaborasi pemangku kepentingan dari Tunisia dengan jaringan Voice for Climate Action (VAC) ini bertujuan untuk menguatkan suara-suara golongan yang seringkali terpinggirkan dan mencari solusi yang berkeadilan.
Dosen ITS yang menjadi salah satu perwakilan Indonesia dalam Konferensi TAKSNA Yuni Setyaningsih SKPm MSc menekankan urgensi fenomena El-Nino yang memengaruhi dinamika perubahan iklim, terutama pengaruhnya di Indonesia. Sebagai informasi, El Nino merupakan fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur.
Membuka orasinya, Penasihat Komunikasi dan Pialang Pengetahuan untuk Consortium for Knowledge Management Brokers (C4ledger) itu menyampaikan, tingginya temperatur air laut menyebabkan ikan-ikan bermigrasi ke tengah laut. Hal itu dapat menyulitkan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. “Nelayan juga membutuhkan biaya tambahan jika berlayar ke tengah laut,” tambahnya.
Selain berdampak bagi masyarakat pesisir, alumnus Wageningen University, Belanda itu juga menyoroti dampak El-Nino pada fenomena kekeringan yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Kondisi kekeringan menyebabkan kurangnya pasokan air bagi kebutuhan masyarakat. “Sektor pertanian dan peternakan juga terhambat akibat kekeringan,” bubuhnya.
Selanjutnya, dosen Departemen Studi Pembangunan ITS itu menjelaskan, petani yang memanfaatkan sistem tadah hujan mengalami kesulitan dalam memperoleh aliran air untuk wilayah pertaniannya. Selain petani, para peternak juga menghadapi keterbatasan dalam memperoleh pasokan rumput bagi hewan ternaknya.
Lebih lanjut, Yuni menuturkan bahwa kondisi kurangnya pasokan air tersebut seringkali memicu pengeboran air tanah oleh masyarakat. Hal itu dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah sehingga tanah menjadi tercemar. Selain dampak lingkungan, upaya tersebut juga berpotensi menimbulkan konflik sosial. “Masyarakat akan melakukan protes karena hilangnya sumber air bersih,” ungkapnya.
Melihat dampak yang ditimbulkan dari fenomena El-Nino, Yuni mengungkapkan, perlu adanya intervensi pemerintah dalam upaya mitigasi dampak El-Nino melalui pelibatan masyarakat. Hal itu dapat dilakukan melalui strategi adaptasi untuk membentuk resiliensi masyarakat. Ia mencotohkan upaya pembinaan dalam pembuatan sistem irigasi yang efisien, konservasi sumber daya air, dan diversifikasi tanaman pangan.
Berkat penelitiannya mengenai urgensitas dampak El-Nino tersebut, dosen rumpun mata kuliah Komunikasi Pembangunan ini mengaku mendapat banyak respon positif dari berbagai pihak mulai dari pemerintah setempat hingga Non Governmental Organization (NGO). Melalui konferensi ini, ia juga berharap agar pemerintah dapat mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan fenomena El-Nino. (*)
Reporter: Hani Aqilah Safitri
Redaktur: Nurul Lathifah
Kampus ITS, ITS News — Urgensitas isu perubahan iklim memerlukan kolaborasi dari berbagai sektor, salah satunya akademisi. Berkontribusi dalam upaya
Kampus ITS, ITS News — Dukung pengembangan komoditas jagung, tim penelitian Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) sosialisasikan sistem informasi
Kampus ITS, ITS News — Pemenuhan aspek transportasi merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kota baru seperti
Kampus ITS, ITS News — Himpunan Mahasiswa Diploma Sipil (HMDS) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menggelar Diploma Civil