ITS News

Rabu, 02 April 2025
29 Maret 2025, 14:03

Menggali Refleksi Lewat Renungan di Hari Nyepi

Oleh : itscal | | Source : ITS Online
Pecalang

Pecalang atau petugas keamanan adat Bali saat memantau situasi jalan tol Bali Mandara pada Hari Raya Nyepi (Sumber: ANTARA Foto)

Kampus ITS, Opini — Dunia bergerak laksana deru angin ribut yang menyeret waktu tanpa ampun dan nyaris tidak menyisakan ruang untuk sekadar bernafas, apalagi merenungkan makna di balik setiap langkah. Bak oase keheningan, hari raya Nyepi hadir untuk memberi kesempatan bagi manusia dalam merefleksikan makna kehidupan.

Nyepi adalah hari raya suci umat Hindu yang menandai pergantian Tahun Baru Saka, yakni tepat sehari setelah bulan mati kesembilan atau Tilem Kesanga dalam kalender Hindu-Bali. Bagi umat yang merayakan, Nyepi menjadi momen untuk menepikan diri dari hiruk-pikuk duniawi. Memberikan ruang bagi ketenangan lahir batin untuk menyambut lembar pertama Tahun Baru Saka yang pada tahun ini jatuh pada Tahun Baru Saka 1947. 

Dalam tradisi umat Hindu, perayaan Nyepi selalu diwarnai oleh sebuah laku suci yang disebut Catur Brata Penyepian. Konsep ini diturunkan dari salah satu seloka dalam Kitab Yajur Veda XIX.30 yang berarti empat larangan dalam pelaksanaan Nyepi. Pantangan tersebut terdiri atas amati gni atau tidak menyalakan api dan cahaya, amati karya atau tidak bekerja, amati lelungan atau tidak bepergian, dan amati lelanguan atau tidak bersenang-senang.

Konsep tersebut menjadikan Nyepi sebagai hari penuh keheningan. Khususnya di Bali, segala macam aktivitas publik dihentikan selama 24 jam. Masyarakat tidak diperkenankan untuk keluar dari rumah sejak pagi hari pukul 06.00 WITA hingga pukul 06.00 WITA keesokan harinya. Hal ini menjadi momen refleksi sekaligus kesempatan bagi lingkungan untuk beristirahat sejenak dari kesibukan sehari-hari.

Ogoh-ogoh

Arak-arakan Ogoh-ogoh dalam gelaran Pengerupukan Festival Desa Adat Buleleng sehari sebelum Nyepi, Jumat (28/3)

Namun jika dilihat dari kacamata yang lebih luas, Catur Brata Penyepian bukan sekadar tuntutan spiritual bagi para umat Hindu. Terdapat sebuah reaksi sosial yang muncul dari pengimplementasiannya yakni kontemplasi mendalam pada masing-masing individu. Dalam konteks ini, dapat dipahami bahwa ketika fisik diharuskan untuk diam, justru pikiranlah yang akan bergerak dengan berbagai dinamika diri di masa lalu dan perencanaan yang lebih baik di masa depan.

Realisasi empat pantangan ini kurang lebih relevan dengan kehidupan modern saat ini. Di mana dunia semakin hari semakin dipenuhi dengan opini dan perdebatan tanpa jeda. Arus informasi yang mengalir tanpa henti seakan mempersempit ruang introspeksi dalam diri, menyebabkan semakin kaburnya pandangan dalam memaknai nilai kehidupan. Maka secara filosofis, renungan pada hari suci ini dapat menjadi landasan bagi perubahan positif di berbagai aspek kehidupan.

Self Reflection

Refleksi diri sebagai sarana untuk memahami esensi diri di balik kompleksitas kehidupan (Sumber: swisslog-healthcare.com)

Pada kehidupan sosial, renungan kecil dapat menciptakan keteraturan di lingkungan sekitar. Bisa juga mencetuskan karya-karya inovatif yang penuh manfaat dalam hal ilmu pengetahuan. Pada aspek pemerintahan, berbagai kebijakan strategis bisa muncul untuk meningkatkan kualitas dan gerak hidup masyarakat. Singkatnya, sedikit renungan dan refleksi dapat melahirkan pemikiran baru yang lebih menopang dan menghargai kehidupan manusia.

Konsep dasar dalam prinsip Catur Brata Penyepian dengan ini meluas usai dibumbui tinjauan ulang semua langkah dan keputusan di masa lalu. Pada akhirnya, prinsip ini menuju pada satu muara, yaitu pemikiran dan tindakan yang lebih menghormati kehidupan. Baik secara individu maupun kelompok, segala keputusan idealnya lahir dari proses refleksi yang matang. 

Hari raya Nyepi menyediakan ruang bagi tumbuhnya refleksi tersebut. Tidak hanya bagi umat Hindu yang merayakan, tetapi juga bagi siapa pun yang ingin merenungkan makna di balik hari keheningan ini. Nyepi sekaligus menjadi pengingat bahwa dalam diam, lahir kebijaksanaan serta cara pandang baru untuk kehidupan yang lebih bermakna. (*)

 

Ditulis oleh:
Putu Calista Arthanti Dewi
Departemen Statistika
Angkatan 2023
Reporter ITS Online

Berita Terkait