Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc berikan analisis akademis seputar kecelakaan MT Kristin saat ditemui di Laboratorium RAMS ITS, Rabu (29/03)
Kampus ITS, ITS News — Kapal Motor Tanker (MT) Kristin yang mengangkut bahan bakar minyak (BBM) milik PT Pertamina International Shipping terbakar di perairan barat Lombok. Menyoroti insiden transportasi laut tersebut, Guru Besar Departemen Teknik Sistem Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc berikan analisis akademisnya.
Menurut dosen yang biasa disapa Ketut tersebut, insiden ini terjadi atas terpenuhnya tiga aspek teori segitiga api. Teori segitiga api sendiri menyatakan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan unsur bahan yang dapat terbakar (fuel), oksigen yang cukup dari udara atau dari bahan oksidator, serta panas yang cukup. Aspek oksigen dengan mudah terpenuhi karena jumlahnya yang berlimpah di dalam udara. Sedangkan pada aspek bahan bakar dan panas diterka berdasarkan letak terjadinya kebakaran dan bagian-bagian kapal yang mengangkut 59.000 kiloliter BBM jenis pertalite ini.
Unsur panas yang memicu proses kebakaran dapat timbul pada saat proses penurunan jangkar kapal. Pada aktivitas terkait, rantai jangkar yang bergesekkan dengan dinding rumah jangkar atau lubang jangkar inilah yang menimbulkan percikan api. “Dugaan ini disimpulkan setelah melihat letak kebakaran yang berada di sekitar haluan kapal,” jelas pria yang merupakan anggota Pusat Unggulan IPTEK Keselamatan Kapal dan Instalasi Laut (PUIKEKAL) ITS.
Pada aspek bahan bakar yang menyebabkan kebakaran, Ketut berspekulasi bahwa hal ini penyebabnya adalah kebocoran halus pada tangki muatan kapal yang bersebelahan dengan ruang jangkar. Kebocoran ini mungkin terjadi akibat korosi pada tangki terutama pada splash zone yang merupakan kondisi saat bagian kapal terkena percikan gelombang air laut. “Area ini lebih rentan terhadap korosi akibat terjadinya sloshing dari fluida=dalam tangki (BBM, red) saat kapal bergerak,” bubuhnya.
Kebakaran pada MT Kristin nampak terjadi pada bagian haluan kapal (sumber: instagram/yashaaa_29)
Imbasnya, kebocoran ini memungkinkan BBM jenis pertalite yang berwujud gas keluar akibat perbedaan tekanan yang timbul di bagian dalam dan luar tangki. Setelah itu, percikan api yang timbul akan menjalar ke dalam tangki dan menghasilkan Vapour Cloud Explosion (VCE). “Ledakan jenis ini timbul akibat inisiasi akibat menjalarnya api pada muatan yang berwujud gas di dalam tangki yang merupakan ruang tertutup,” tambahnya.
Ketua Laboratorium Reliability, Availability, Maintainability, and Safety (RAMS) ITS ini mengungkapkan, bila kesimpulan ini benar, maka kejadian ini termasuk salah satu kejadian hidden hazard. Salah satu pencegahannya adalah dengan mengaplikasikan metode analisis Failure Modes Effect Criticality Analysis (FMECA). “Metode ini dapat mengurutkan potensi bahaya yang terjadi sehingga tindakan pencegahannya dapat disesuaikan,” pungkasnya.
Doktor lulusan Kobe University, Jepang ini melanjutkan, alasan pasti kecelakaan ini masih menunggu hasil investigasi dari pihak berwenang. Namun demikian, kejadian ini menunjukkan pentingnya budaya keselamatan di berbagai lapis pengoperasian moda transportasi ini. “Mulai dari desainer, kru hingga penyedia komponen kapal harus mengutamakan aspek keselamatan untuk mencegah kecelakaan yang berpotensi merenggut nyawa,” tutupnya.
Kecelakaan yang terjadi pada Minggu (26/03) ini mengakibatkan tiga anak buah kapal (ABK) meninggal dan beberapa luka-luka. Kejadian ini terjadi saat kapal milik PT Hanlyn Jaya Mandiri yang disewa oleh PT Pertamina International Shipping ini sedang menunggu antrian untuk berlabuh dan mendistribusikan BBM di Depo Pertamina Ampenan.(*) Reporter: Ricardo Hokky Wibisono Redaktur: Astri Nawwar Kusumaningtyas
Tim Lamusa ITS bersama para nelayan Desa Paciran, Lamongan saat peninjauan perahu untuk persiapan instalasi dan pengenalan Lamusa Bahari Kampus ITS,
Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Budi Wahju Soesilo (kanan) bersama Rektor ITS Ir Bambang Pramujati MSc Eng
Sesi diskusi antara tim pengusul Program Dana Padanan Kedaireka dengan fasilitator Ekosistem Kedaireka di Direktorat Inovasi dan Kawasan Sains
Mahasiswa ITS (kanan) saat menjelaskan cara kerja alat fuel cell hasil riset dosen Departemen Teknik Material dan Metalurgi ITS Kampus ITS,