Guru Besar Fisika ITS Prof Dr Darminto MSc sebagai koordinator penelitian material karbon amorf berbasis grafena
Kampus ITS, ITS News – Energi yang berkelanjutan, terbarukan, dan ramah lingkungan kini sedang masif untuk dikembangkan. Beranjak dari hal tersebut, Guru Besar dari Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Drs Darminto MSc dan kelompok risetnya berhasil melakukan fabrikasi komponen semikonduktor sel surya dengan memanfaatkan biomassa.
Darminto menjelaskan, karbon amorf merupakan material semikonduktor pada sel surya yang berfungsi sebagai komponen pengubah energi matahari menjadi arus listrik. Pada umumnya, material tersebut tersusun oleh grafit yang merupakan produk pertambangan, sehingga ketersediaannya terbatas. Dengan demikian, perlu adanya karbon amorf berbasis grafena dengan memanfaatkan sumber daya terbarukan.
Salah satu alternatif tersebut yakni memanfaatkan biomassa atau bahan organik tumbuhan. Darminto menerangkan, inovasi ini memanfaatkan nira dari pohon lontar yang dikonversi menjadi serbuk karbon. Kemudian, serbuk karbon dilarutkan dan dibentuk menjadi sebuah lapisan tipis. “Lapisan tipis tersebut yang disebut karbon amorf berbasis grafena,” ujarnya.
Skema penelitian inovasi produk karbon amorf berbasis grafena dengan mengolah biomassa tumbuhan menjadi produk biografena
Karbon amorf berbasis grafena memiliki beberapa keunggulan seperti bahan baku ramah lingkungan, harga bahan baku yang lebih terjangkau, serta proses pengolahan yang lebih sederhana. Pada implementasinya, karbon amorf berbasis grafena ini juga diterapkan dalam berbagai aspek teknologi seperti superkapasitor, bahan elektroda baterai, komponen berbagai sensor, dan pelapis antiradar.
Perangkat karbon amorf berbahan biomassa gagasan Darminto dan tim tersebut kini sedang dalam tahap pengembangan lebih lanjut. Lelaki asal Tulungagung ini mengungkapkan bahwa nilai efisiensi sel fotovoltaik atau sel surya yang dihasilkan masih dalam angka 0,1 persen. Terpaut jauh dengan bahan amorf jenis silikon yang sudah mencapai di atas 10 persen. “Hal ini menjadi tantangan besar dalam meningkatkan nilai efisiensi karbon amorf,” ungkapnya.
Prof Dr Darminto MSc (kiri) bersama Prof Andre Konstantinovich Geim, peraih Nobel Fisika tahun 2010 sebagai penemu material grafena, dalam acara konferensi internasional
Inovasi karbon amorf berbasis grafena tersebut menjadi makalah dalam sebuah jurnal internasional. Darminto menyampaikan dengan optimistis bahwa nilai efisiensi yang dihasilkan pada karbon amorf berbasis grafena ini sangat berpotensi ditingkatkan agar setara dengan sel surya yang ada di pasaran. “Keterbatasan fasilitas di Indonesia menjadi kendala kami, sehingga perlu bantuan mitra dari luar Indonesia,” tandasnya.
Melalui program Matching Fund Kedaireka dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2023, inovasi gagasan dosen berkacamata ini sedang giat dikembangkan untuk produksi mikro material biografena dengan mitra perusahaan swasta. Darminto berharap, karbon amorf berbasis grafena ini dapat diproduksi secara massal dan diimplementasikan pada berbagai aplikasi teknologi dalam kehidupan sehari-hari. (HUMAS ITS)
Reporter: Regy Zaid Zakaria
Tim Lamusa ITS bersama para nelayan Desa Paciran, Lamongan saat peninjauan perahu untuk persiapan instalasi dan pengenalan Lamusa Bahari Kampus ITS,
Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Budi Wahju Soesilo (kanan) bersama Rektor ITS Ir Bambang Pramujati MSc Eng
Sesi diskusi antara tim pengusul Program Dana Padanan Kedaireka dengan fasilitator Ekosistem Kedaireka di Direktorat Inovasi dan Kawasan Sains
Mahasiswa ITS (kanan) saat menjelaskan cara kerja alat fuel cell hasil riset dosen Departemen Teknik Material dan Metalurgi ITS Kampus ITS,