Artikel asli : ITS News
Melihat minimnya alat deteksi pernafasan di Indonesia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya membuat karya inovatif dengan nama Serat Optik untuk Napas (Senapas). Alat yang dikembangkan oleh Agus Muhamad Hatta ST MSi PhD bersama Laboratorium Rekayasa Fotonika Departemen Teknik Fisika ITS ini merupakan sensor yang mampu mendeteksi ragam pernafasan dengan menggunakan serat optik sebagai bahan utama.
Serat optik adalah saluran transmisi sejenis kabel yang terbuat dari kaca atau plastik. Alat ini sangat halus, diameternya kurang lebih 120 mikrometer, ukurannya lebih tipis dari sehelai rambut. Kabel tipis ini dapat digunakan untuk menghantarkan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau Light-Emitting Diode (LED).
Cahaya yang ada di dalam serat optik juga tidak akan keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara, sehingga kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi. Bahan serat satu ini sangat bagus untuk digunakan sebagai saluran komunikasi. Serat optik ini diletakkan dalam masker oksigen yang terhubung dengan Liquid Crystal Display (LCD) . Karena penggunaan serat optik sebagai sensor, Senapas dapat mengukur kualitas pernafasan secara langsung dari masker oksigen yang dikenakan ke monitor display.
Dosen yang kerap disapa Hatta ini menerangkan, serat optik dipilih sebagai sensor karena ringan, kecil, dan praktis. Bentuknya yang kecil membuat Senapas dapat digunakan kapanpun dan dimanapun. Selain itu, sifat serat optik juga kebal terhadap medan elegtromagnetik sehingga aman digunakan di lingkungan Magnetic Imaging Resonance (MRI).
Hatta mengatakan, di Indonesia sendiri terdapat produk pendeteksi pernafasan yang sejenis tetapi masih analog. Bahan yang digunakan juga menggunakan elektroda sebagai sensor sehingga kurang baik jika digunakan dalam medan beradiasi seperti MRI. ”Ukuran alatnya juga masih besar. Disini, saya dan tim hanya ingin menawarkan solusi atas masalah tersebut,” ujarnya.
Untuk menunjang penelitiannya, Hatta bekerjasama dengan beberapa pihak seperti medis untuk menguji kelayakan alat ini. “Secara teknis, alat ini sudah bekerja dengan baik. Kami biasa mengujikan kepada mahasiswa terlebih dahulu,” tutur Hatta. “Ibarat satu sampai sepuluh. Alat ini sudah mencapai angka tujuh,” lanutnya kemudian.
Pria berkulit putih ini mengatakan, Senapas hanya butuh sedikit pembenahan dari segi kemasan. Ia juga mengaku mendapat kendala untuk mendapatkan komponen karena minimnya industri elektronika di Indonesia. Ia berharap, alat ini bisa di komersilkan secara bebas meskipun nilai jual alat ini cukup mahal. “Sistem penampil datanya yang cukup mahal. Untuk masker oksigennya murah. Sekali pakai, buang,” ujar Hatta.
Diakhir, Hatta menerangkan bahwa alat deteksi pernafasan itu penting adanya. Tidak hanya untuk analisis kedokteran, tetapi juga analisis psikologi, atau ketahanan pekerja di Industri. “Dalam industri pertambangan contohnya, kondisi penambang yang ada di bawah tanah bisa diamati dengan alat deteksi pernafasan ini secara langsung. Mendeteksi kondisi kebugaran atlit, atau kasus-kasus lain,” pungkas Hatta menutup penjelasannya. (Nov)
Industri perminyakan di Indonesia sedang dalam tahap krisis, dimana jumlah minyak yang diproduksi tidak sebanding dengan jumlah cadangan minyak
Melihat pentingnya tata suara (akustika) dalam suatu ruang, Dosen Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr. Dhany
Artikel asli : ITS News Melihat minimnya alat deteksi pernafasan di Indonesia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya