Program pertukaran pelajar, biasa disebut student exchange adalah program dimana seorang pelajar atau mahasiswa berkesempatan mengikuti program belajar di kampus luar negri dengan jangka waktu tertentu. Student exchange mungkin menjadi salah satu target pencapaian sebagian besar mahasiswa selama masa perkuliahan, namun tidak banyak orang yang bisa mewujudkannya, diperlukan lebih dari sekedar kemampuan dan kecakapan berbahasa inggris dalam prosesnya. Hal inilah yang dirasakan Enda Grimonia, Mahasiswi Teknik Fisika angkatan 2017 yang pada bulan februari kemarin baru saja kembali dari Jepang dalam rangka mengikuti program student exchange selama 1 semester atau terhitung 6 bulan. Program yang dijalananinya adalah short therm exchange program yang dibuka oleh Universitas Kumamoto, Jepang. Enda menjelaskan bahwa pada awalnya ia ingin mendaftar program exchange SDU (South Denmark University), namun sayangnya pada program ini tidak disertai bantuan beasiswa,“Waktu lihat program ini (Kumamoto exchange program) di IO (Internatinal Office ITS) saya langsung tertarik untuk mencoba karena ada senior yang juga sudah pernah ikut programnya dan disediakan beasiswa, saya langsung termotivasi untuk mendaftar,” Tambah Enda.
Pada program exchange yang dijalaninya Enda memperoleh Jasso Scholarship, program beasiswa dari Pemerintahan Jepang, untuk biaya berkuliah dan biaya sehari-hari di Jepang dengan nominal beasiswa sebesar 80000 JP¥ atau setara sekitar 10 juta rupiah perbulan. Enda menjelaskan bahwa masalah biaya adalah salah satu penyebab mengapa banyak orang yang mundur untuk mendaftar program exchange, padahal masih banyak beasiswa pertukaran pelajar yang disediakan oleh universitas-universitas luar negri dan pemerintah. Selama di Jepang, banyak hal-hal baru yang dirasakannya, terutama mengenai perbedaan pola pikir masyarakatnya yang berbeda dari orang Indonesia. Ia juga berkesempatan melakukan KP (Kerja Praktik) di Kida-Laboratory milik Universitas Kumamoto, disana ia benar-benar mendapat pengetahuan baru dan pengajaran dari para asisten laboratorium. “Walaupun ikut penelitian milik dosen, tapi benar-benar diminta harus bisa punya report sendiri, jadinya terasa berat ditambah para pembimbingnya mahasiswa S2 dan S3,”Jelas Enda. Meskipun begitu ia amat senang bisa melakukannya dengan maksimal, Enda yang juga merupakan asisten Laboratorium Rekayasa Energi dan Pengondisian Lingkungan, mengatakan bahwa tugas-tugas kuliah di TF dapat lebih berat daripada tugas kuliah sewaktu disana.
Banyak bantuan yang diberikan dari sesama pelajar Indonesia yang ada di Jepang, dan juga dari Bu Nur Laila Hamidah atau Bu Emy, Dosen Teknik Fisika ITS yang sedang menjalani S3nya di Universitas Kumamoto. Menurutnya untuk mengatasi perbedaan dan beradaptasi di lingkungan yang baru adalah dengan bersikap ramah dan dapat menerima segala hal dengan pikiran terbuka, oleh siapapun orang yang baru kita temui. Enda juga menambahkan untuk tidak perlu merasa gelisah dan takut untuk menghadapi perubahan, “Sebagai manusia kita hanya bisa memilih pilihan yang sudah disediakan oleh Tuhan, tinggal dijalani, tetap bersyukur, dan berdoa untuk diberi kekuatan”.Ujar Enda. Walau hanya menjalani kehidupan berkuliah secara singkat di jepang, namun tidak dipungkiri membangkitkan rasa rindu ketika kembali ke Indonesia, banyak pelajaran dan pengalaman yang didapat selama menjalani perkuliahan singkat di Negeri Matahari Terbit itu. Enda juga tidak memungkiri keinginannya untuk bisa kembali ke Jepang jika ada kesempatan, namun untuk saat ini dia ingin fokus pada kegiatan perkuliahan, “Untuk sekarang saya ingin fokus menyelesaikan kuliah tepat waktu dan menyelesaikan hal-hal yang sudah saya mulai,”Jelas Enda.(mei)
Berikut informasi perangkingan ITS pada QS Post Views: 1,463
Nah kali ini, terdapat informasi yang penting untuk sobat kampus sekalian. Yaitu, mulai 7 Februari 2022 akan dilaksanakan Perkuliahan
Berikut kami sampaikan informasi terkait persiapan pelaksanaan perkuliahan semester Genap 2021/2022 di Departemen Teknik Fisika FTIRS sebagaimana terlampir atau