Gempa-dalam M6.6 Laut Jawa dekat Tuban bukan yang pertama tapi sudah berulang ulang. Sebelumnya Juli 2020 gempa tektonik dengan magnitudo M=6,1 pada kedalaman 539 km. Episenternya terletak pada sekitar 85 km arah Utara Mlonggo, Jepara, Jawa Tengah. Oktober 2016 gempa dengan magnitud M 6,3 dengan hiposenter 615 km di Laut Jawa sebelah utara Jawa Barat Kemudian 19 September 2019 terjadi dua gempa tektonik dengan selisih waktu 25 menit bermagnitudo Mw=6,1 dan Mw=6,0. Pusat sumber gempa terletak di laut yang berjarak 88 kilometer arah timur laut Kota Rembang, Jawa Tengah. Kedalaman 620 kilometer dan 623 kilometer.
Gambar 1. Peta Sumber dan bahaya Gempa Tahun 2017
BMKG menyebutkan bahwa aktifnya “deep focus earthquake” di Laut Jawa ini membuktikan aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia di kedalaman > 300 kilometer di bawah Laut Jawa masih aktif. Artinya kita bermukim di kawasan rawan gempa, kita tidak bisa menolak takdir ini, yang harus kita lakukan beradaptasi dengan gempa terbesar yang pernah terjadi. Ingat gempa tidak membunuh tapi bangunan bisa menyebabkan kita terbunuh, jadi rumah dan atau infrastruktur kita juga harus menyesuaikan dengan gempa terbesar yang pernah terjadi.
Gempa ini terjadi sebagai konsekuensi Indonesia ditumbuk oleh 3 lempeng tektonik yaitu Lempeng Pasifik yag bererak ke barat, Lempeng Samudera Hindia yang bergerak ke utara menyusup (subduksi) dibawah Lempeng Eurasia. Sepanjang batas lempeng yang menyusup ke bawah akan menimbulkan pergeseran dan patahan yang diikuti gempa yang dikenal dengan gempa subduksi. Tumbukan lempeng tektonik sudah berlangsung jutaan tahun dan lempeng ini bergerak dengan kecepatan 3-7 cm pertahun, akibatnya banyak gempa di sepaniang tumbukan tersebut. Sumber sumber gempa tektonik yang dikenal, paling tidak ada 5 yaitu gempa outer rise, gempa megathrust (< 70 km), gempa intraslab (70 – 300 km) dan gempa dalam (> 300 km) serta gempa kerak dangkal atau sesar aktif (gambar 1).
Oleh karena lempeng tektonik bergerak terus maka kejadian gempa akan berulang dan terus berulang di masa depan tergantung pada kekuatan runtuh batuan yang ada di daerah tersebut. Gempa ini bisa terjadi tiap tahun, bisa tiap 10 tahun, bahkan bisa 100 tahun atau lebih. PUSGEN (2017) telah mendata gempa gempa yang pernsh terjadi sejak 1900-2016 dan lokasi gempa diplotkan pada peta Indonesia maka hampir seluruh wilayah Indonesia rawan gempa. Titik titik warna merah menujukkan gempa dangkal, kuning menengah dan biru gempa dalam. Perhatikan gambar penampang kedalamannya (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Sumber dan bahaya Gempa Tahun 2017
Kenapa gempa dalam (deep quakes) bisa dirasakan sangat luas dan yang dekat tidak terasa?*
Getaran gempa Tuban berkekuatan magnitudo (M) 6,6 pada Jumat (14/4/2023) pukul 16.55.44 WIB dengan kedalaman 632 Km. Getaran terasa sampai wilayah yang jauh, dari Lombok hingga Jakarta. BMKG menyebutkan getarannya berskala intensitas V MMI atau dirasakan semua penduduk di Jawa Timur. Getaran dengan skala intensitas IV MMI, yakni dirasakan oleh orang banyak di dalam rumah, terasa di Denpasar sampai Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, dan Bima. Terjadi gempa berikutnya di Utara Bangkalan. berkekuatan M 5,5, pusat gempa berada di 85 km Timur Laut Bangkalan, Jawa Timur.
Ada banyak pertanyaan: Kenapa tidak dirasakan oleh sebagian besar warga Tuban dan Bangkalan Madura? Hal ini terjadi salah satunya karena faktor Amplifikasi karena gelombang gempa saat melewati tanah endapan. Saat gelombang gempa melewati batuan Amplitudo gelombang gempa kecil sehingga tidak terasa, tapi saat melewati endapan Amplitudonya meningkat atau mengalami amplifikasi sehingga energi gempa membesar dan akan dirasakan banyak orang.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi mendominasi hampir 95 persen kejadian bencana di Indonesia selama beberapa tahun
Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Kuliah Tamu “Subsurface Interpretation from Gravity and Magnetic Data in New Zealand” bersama
Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Architecture and dynamics of the Youngest Toba Tuff (YTT) magma reservoirs: insight from