News

Mengangkat Potensi Geopark Gunung Penanggungan, Dr Amien Widodo Sebagai Narasumber

Sel, 24 Nov 2020
9:48 am
Informasi
Share :
Oleh : Admin-Teknik Geofisika   |

INISIASI GEOPARK GUNUNG PENANGGUNGAN

 

G Penanggungan terletak di antara Kabupaten Mojokerto (bagian barat) dan Kabupaten Pasuruan (bagian timur), Provinsi Jawa Timur. G. Penanggungan puncaknya di ketinggian 1,653 mdpl dan dikeilingi oleh delapan kerucut-kerucut yaitu Gunung Wangi (987 mdpl, sisi tenggara), Gunung Bendo (1015 mdpl, sisi selatan), Gunung Sarahklapa (1235 mdpl, sisi barat daya), Gunung Jambi (745 mdpl, sisi barat), Gunung Bekel (1260 mdpl, sisi barat laut), Gunung Genting (588 mdpl, sisi utara), Gunung Gajahmungkur (1089 mdpl, sisi timur laut), dan Gunung Kemuncup (1238 mdpl, sisi timur).

Keberadaan gunung-gunung memiliki pengaruh tersendiri terhadap kebudayaan masyarakat religi di Indonesia, hal ini dapat terlihat dari bagaimana cara masyarakat Indonesia memperlakukan sebuah gunung. Peninggalan kepurbakalaan berbentuk candi terletak di kaki gunung sampai ke puncak gunung, menjadi sebuah bukti bahwa gunung mendapatkan tempat yang terhormat serta dianggap suci, seperti G.Penanggungan. Berdasarkan prasasti Cunggrang bertarikh 929 Masehi yang in situ di daerah Gempol Pasuruan merupakan sumber data tekstual yang menyebut nama Pawitra’, yakni nama arkhais untuk sebuah ‘gunung suci. Toponimi ‘Pawitra’ adalah sebutan bagi gunung ini oleh warga yang bermukim di lembah sisi utara. Adapun bagi warga yang tinggal di sisi selatannya, menyebut ‘Penanggungan’. G.Penanggungan dikenal juga dengan gunung seribu candi karena banyaknya peninggaln candi disekeliling gunung. Kondisi candi candi sebagian ada yang rusak dan beberapa masih baik.

Secara geologis saat terbentukanya G.Penanggungan dapat dikategorikan aktif sebab banyak kerucut parasit di sekelilingnya. Kawasan G. Penanggungan tersusun atas breksi gunung api, lava, tuf, breksi tufan, aglomerat, dan lahar. Keterdapatan dari litologi tersebut, dapat menyusun lapisan suatu sistem hidrogeologi dan ciri fisik tersendiri yang berpengaruh pada kemampuannya dalam menyimpan air tanah. Sistem akuifer ruang antar butir, sistem akuifer rekahan, dan sistem akuifer antar butir dan rekahan. Daerah imbuhan terdapat pada puncak G.Penanggungan hingga lereng bagian bawah sedangkan daerah lepasan berada di sekeliling lereng yang ditandai muncunya mata air atau sumber air.

Hubungan alam geologi dan budaya sudah mulai muncul abad X atau tepatnya tahun 977 Masehi yang terpahat dengan angka tahun 889 Saka di Pertirtaan Jotolundo yang terletak disisik barat G.penanggungan. Situs dibangun oleh salah seorang raja Kerajaan Medang periode Mataram Kuno dari Wangsa Isyana di Jawa Timur. Raja saat itu berinisiatip membangunan candi untuk menangkap mata air dan menjadikannya taman air yang sedap dipandang dengan harapan tidak ada yang menganggu atau merusak taman air tersebut. Struktur bangunan petirtaan awalnyanya terdiri dari empat tingkat (Jolo = air, tundo = berundak.). Sekarang hanya tersisa dua tingkat, bagian kaki petirtaan terhampar kolam luas. Sedangkan bagian paling atas, berupa berbatuan berbentuk silinder dengan sembilan lubang yang memancurkan air. Bersama masyarakat sekitar membangun semacam tandon air agar terdistribusi merata baik untuk air minum maupun persawahan yang dikenal dengan subak. Untuk menunjukkan rasa syukur terhadap Patirtan Jolotundo, seluruh desa dan desa di bawahnya bersama ke mata air untuk berdoa. Sumber air sangat vital bagi mereka dan menjadikan tempat itu menjadi tempat suci. Patirtan Jolotundo masih terpelihara dengan baik dan masih keluar airnya. Status KERAMAT atas sumber air ini berhasil menyelamatkan sampai sekarang.

Sedangkan di bagian sisi timur juga, dibuat patirtan untuk menangkap mata air dan dikenal dengan Patirtan Belahan (Sumbertetek) yang menunjukkan hubung kait dengan geologi. Berdasarkan ditemukannya “Sengkalan Memet” atau gambar/relief yang bermakna angka (tahun) tentang raksasa makan bulan. Ini berarti Candra atau Bulan bernilai 1, dimangsa atau digigit (dalam bahasa Jawa Kuna: “sinahut”) bernilai 3, sedangkan Kala Rau (Rahu/Rau adalah satu dari 9 planet yang dikenal dalam astronomi Hindu) bernilai 9. Jadi, ungkapan tersebut membentuk angka 1-3-9, dalam candra sengkala dibalik menjadi 931 (Saka). Jadi, Patirtan Belahan itu dulu dibangun atau pernah direstorasi pada tahun 931 Saka (1009 Masehi).

Banyak yang harus disampaikan, akan sangat senang sambil berdikusi lewat WEBINAR #1 tersebut pada:

Kami tunggu partisipasi aktifnya.

 

 

#Geophysical Engineering ITS

#Teknik Geofisika ITS

#Fakultas Teknik Sipil Perencanaan dan Kebumian ITS

#Faculty of Civil, Planning and Geo Engineering ITS

#Institut Teknologi Sepuluh Nopember

 

 

Latest News

  • WEBINAR “PRAKTEK ANTISIPASI LONGSOR”

    Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi mendominasi hampir 95 persen kejadian bencana di Indonesia selama beberapa tahun

    20 Nov 2024
  • Kuliah Tamu “Subsurface Interpretation from Gravity and Magnetic Data in New Zealand”

    Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Kuliah Tamu “Subsurface Interpretation from Gravity and Magnetic Data in New Zealand” bersama

    09 Nov 2024
  • Kuliah Tamu “Architecture and dynamics of the Youngest Toba Tuff (YTT) magma reservoirs: insight from geochemistry and textural analysis”

    Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Architecture and dynamics of the Youngest Toba Tuff (YTT) magma reservoirs: insight from

    09 Nov 2024