PVMBG menyebutkan bahwa letusan G. Kelud sudah terjadi berulang ulang, dimulai tahun 1000 sampai sekarang. Karakter letusan tahun 1901 dan 1919 hampir sama yang ditandai beberapa kali gempa yang diikuti suara dentuman amat keras bahkan terdengar sampai jauh dan juga diikuti suara gemuruh dari arah G. Kelud. Karakter letusan dimulai terlemparnya air danau kawah sekitar 38 juta m3 sebelum letusan. Material padat yang dilemparkan selama letusan kira-kira 200 juta m3. Lahar yang terbentuk merupakan lahar primer yang terjadi secara langsung oleh air danau kawah yang merupakan campuran dari air panas, lumpur, pasir dan batu-batuan yang akan menjadi banjir bandang yang dahsyat. Kecepatan lahar yang mengalir di kota Blitar sekitar 18 m/detik atau sekitar 65 km/jam. Jarak maksimum aliran lahar primer mencapai 37,5 km (dihitung dari puncak Kelud). Tahun 1924 dimulai pengaliran air kawah dengan terowongan sehingga air kawah yang tersisa tidak menimbulkan banjir lahar. Letusan berikutnya dengan tanda yang sama namun tidak diikuti banjir lahar panas.
Karakter letusan G.Kelud abad 10 – 15 sama dengan sebelum ada rekayasa terowongan air kawah. Hal ini tercatat dengan baik dalam catatan serat Pararaton, Negara Kertagama dan serat lainnya. Dwi Cahyono, 2012 menyebutkan bahwa dalam Serat Pararaton ada paling tidak delapan bagian (VIII, IX, X, XI, XII, XIV, XVII, XVIII) memuat informasi peristiwa vulkanik yang menyebutnya dengan istilah “guntur”. Istilah guntur ini berarti: banjir (dengan batu-batu dan lahar, dari letusan gunung berapi), atau bisa juga berarti sungai gunung yang bergemuruh (Zoetmulder 1995:318, dalam Dwi Cahyono 2012).
Dahsyatnya suara gunung api meletus juga disebut dengan “guntur”, sedangkan letusannya disebut dengan istilah “guntur agra”. Unsur kata ini juga dipakai untuk menyebut unsur fisis alamiah yang berhubungan dengan gunung api seperti sungai gunung yang amat deras (lewu guntur), yang airnya gemuruh mengalir ke bawah (gumuntur). Letusan gunung api sering disertai dengan air bah (lahar dingin atau lahar panas), dalam serat Pararaton bagian IX disebut dengan “_guntur – pabanyu – pindah”. Pada bagian ke X berisikan : Tunulu hana gunung anyar i saka saka naga – leng – karnaning – wong, 1298 (kemudian terjadi munculnya anak gunung yang baru pada tahun saka ular – liang – telinga – orang atau 1298 atau 1376M). Tumuli Guntur pamadisha i sak resi – sunya – guna – tunggal (1307 atau 1385 M terjadi G.Kelud meletus).
Selanjutnya Dwi Cahyono, 2012 menyebutkan bahwa dalam Nāgarakṛtāgama menggambarkan gejala vulkaniknya lebih rinci bahkan dramatis, dengan kata-kata “gempa” (liṇḍu), gempa bumi atau bumi bergoncang (bhumi ktug), hujan debu (hudan hawu), gemuruh (gĕṛḥ), halilintar atau kilat bersambungan di langit (kilat awiltan ing nabhastala), gemuruh (guntur) suara gunung api (himawān) bergetar. Sejumlah susastra lain yang menggambarkan letusan gunung berapi ada di dalam Rāmāyana (19.54), Arjunawiwaha (19.6, 19.10, 21.14), Bhomakawya (64.5), Arjunawijaya (8.10), Sutasoma (51.4, 73.12, 79.8) dan Kidung Harsyawijaya (49.20).
ECJ Mohr (1938), ahli pertanian Belanda, menyebutkan bahwa gunung api merupakan kawasan yang subur karena bisa menyimpan air hujan dan selalu mengeluarkan serta selalu meregenerasi tanah lewat hujan abu dalam periode tertentu. Kawasan gunung berapi dimanapun akan didatangi manusia sehingga banyak peradaban di sekitar gunung api. Demikian pula banyak peradaban di sekeliling G.Kelud seperti Majapahit dan berabad abad sebelumnya. Saat ini peradaban tersebut terkubur oleh letusan gunung kelud di masa lampau.
Kami Pusat Kajian Peradaban Majapahit ITS, Dongeng Geologi, Kageograma dan IAGI Pengda Jatim akan menyelenggarakan Webinar “Letusan Gunung Kelud dan Peradaban di sekitarnya” untuk memberi tambahan wawasan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan agar memahami betapa dahsyatnya aktivitas letusan gunung api di masa lampau dan bisa berulang di masa depan.
Bersama Narasumber:
Sebagai Penanggap:
Sebagai Moderator:
Bertindak sebagai Host:
Mari bergabung pada: