LIVE RRI, JUM’AT 9 NOVEMBER 2018
By : Wien Lestari, ST., MT
Pengajar Teknik Geofisika ITS dan anggota Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim (PS-KBPI LPPM ITS)
Indonesia telah mengalami rentetan bencana yang mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan dan infrastruktur misalnya banjir Jakarta, longsor di Banjarnegara dan Ponorogo, angin puting beliung di Surabaya, Longsor di Lumajang, banjir rob di semarang, gelombang tinggi di laut selatan bahkan secara global adalah mencairnya es, badai ekstrim, gelombang panas dan angin tornado. Bencana yang terjadi tidak hanya karena perubahan iklim esktrim tetapi faktor kerusakan lingkungan dan geografi wilayah juga menjadi pendukungnya. Daerah dengan topografi tinggi tentunya harus waspada dengan curah hujan karena intensitasnya dapat memicu longsor jika tidak didukung kekuatan lingkungan (pohon yang berakar kuat) untuk menahannya. Daerah urban rawan dengan bencana banjir jika tidak mempunyai drainase dan sistem pengelolaan sungai yang baik serta gaya hidup masyarakat dalam pengelolaan sampah. Selain itu, terjadinya pergeseran musim misalnya musim kemarau yang lebih panjang, musim hujan yang lambat dengan intensitas yang kecil bahkan tiba-tiba ekstrim. Pentingnya melakukan edukasi kepada masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim berupa tindakan adaptasi (Penyesuaian terhadap kondisi) dan mitigasi (pengurangan risiko bencana). Perubahan iklim adalah perubahan unsur alami iklim (suhu, kelembaban, hujan, tekanan, angin, dsb) dalam waktu yang relatif panjang dan hal alami dari siklus kestabilan bumi. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah wadah komunikasi internasional menyatakan bahwa sumber terbesar perubahan iklim akibat meningkatnya suhu permukaan bumi (global warming). Global warming terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Gas rumah kaca (GRK) secara alami didapatkan dari sumber penguapan dan erupsi, dalam konsentrasi yang normal dibutuhkan untuk menghangatkan bumi, hanya saja IPCC di tahun 2007 mengeluarkan pernyataan bahwa penyebab terbesar meningkatnya global warming adalah hasil kegiatan manusia yang membentuk gas rumah kaca. Gas rumah kaca akan memantulkan radiasi matahari kembali ke bumi sehingga suhu bumi meningkat. Gas rumah kaca dihasilkan hampir semua sector kegiatan yang menggunakan bahan bakar fosil, limbah organic, bahan pendingin di alat eletronik. GRK yang berdampak terbesar :Karbon dioksida (CO2), Nitro Oksida (NOx), Sulfur Oksida (SOx), Metana (CH4), Chloroflurocarbon (CFC), Hydrofluorocarbon (HFC). BMKG Surabaya menyampaikan informasi adanya peningkatan suhu 1°C setiap tahunnya dalam waktu 40 tahun terakhir di Kota Surabaya artinya informasi tersebut menjadi early warning untuk melakukan mitigasi pengurangan emisi CO2 yang dapat memicu perubahan iklim ekstrim. Indikator perubahan iklim menurut Rencana Aksi Nasional (RAN) Perubahan iklim dari BAPPENAS antara lain
Pemanasan global di Indonesia baik ditinjau dari aspek lingkungan, sosial, ekonomi, kesehatan dan budaya
Indonesia dan negara-negara di dunia telah berkomitmen (Protocol Tokyo 2007) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 20% yang diturunkan dalam Rencana Aksi Nasional dan diturunkan kepada kebijakan rencana jangka menengah dan jangka panjang pembangunan daerah. Semua level dan tempat serta usia dapat berkontribusi dan tidak perlu menunggu komando dari pemerintah. Pengalaman setiap tahun, catatan kejadian alam, kearifan lokal dan pengamatan terhadap lingkungan seharusnya menjadi bahan primer untuk melakukan kegiatan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Mitigasi adalah upaya menurunkan emisi gas rumah kaca sebagi respon isu-isu perubahan iklim, contohnya penggunaan sepeda sebagai moda transportasi, penghitungan emisi carbon. Adaptasi adalah upaya meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim, contoh: meningkatkan kualitas infrastruktur, meningkatkan kualitas pelayanan dan lain sebagainya.
Tindakan mitigasi yang dapat dilakukan antara lain :
ITS sesuai dengan mottonya sebagai eco campus telah menerapkan beberapa kegiatan antara lain penerapan e-perkantoran, pengolahan limbah, penggunaan lampu hemat energi,energi tenaga surya, campus bike, uji emisi kendaraan, mass transportation dan lainnya. Sekolah, kantor, industri dan tempat lainnya tentunya sudah menerapkan kebijakan lingkungan dalam pelaksanaan operasionalnya.
Tindakan adaptasi yang dapat dilakukan antara lain (www. worldbank.org)
Perubahan iklim dan global warming adalah nyata. Bumi kita hanya satu, mari bergerak dan berkontribusi untuk lingkungan sesuai kemampuan masing masing, tidak perlu menunggu komando. Menanamkan kebiasaan baik menjaga lingkungan sejak usia dini dan mewariskan kehidupan dan gaya hidup yang terbaik bagi generasi selanjutnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi mendominasi hampir 95 persen kejadian bencana di Indonesia selama beberapa tahun
Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Kuliah Tamu “Subsurface Interpretation from Gravity and Magnetic Data in New Zealand” bersama
Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Architecture and dynamics of the Youngest Toba Tuff (YTT) magma reservoirs: insight from