Kerusakan dan Kerugian Penurunan Tanah Kabupaten Sidoarjo
Kejadian viral banjir Desa Banjarasri dan Kedungbanteng Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo yang terjadi sejak akhir 2019 dan genangan berlangsung lama, sampai lebih dari 20 hari serta tidak ada tanda tanda mau surut. Beberapa penduduk mengatakan bahwa “dulu tidak pernah banjir seperti ini, sampai hampir sebulan”. “Selama ini kalaupun hujan deras, ada genangan paling besoknya sudah kering lagi”. SDN Banjarasri tergenang palung parah dengan kedalaman banjir sampai 50 cm dan video upacara bendera anak anak menjadi viral sekaligus memprihatinkan.
Gambar 1 Peta satelit INSAR Desa Kedungbanteng dan Banjarasri Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo. Perhatikan bercak biru kanan bawah yang semakin menebal. Ada tanggal setiap citra.
Genangan tersebut terjadi karena penurunan tanah dan sudah menjadi kajian mahasiswa King Abdullah University Science and Technology (KAUST) Arab dan ilmuwan dari Jepang. Arifianto dan Waluyo 2020 juga melakukan kajian INSAR dan hasilnya menunjukkan selama kurun 2019-2020, laju penurunan muka tanah di wilayah semburan lumpur menurun secara eksponensial dalam satu tahun. Kawasan Tanggulangin dan Wunut mengalami peningkatan laju penurunan muka tanah pada akhir tahun 2019. Penyebab penurunan tanah di Tanggulangin kemungkinan disebabkan aktivitas produksi di lapangan gas. Josaphat dkk tahun 2021 dari Universitas Chiba berdasarkan data INSAR menunjukkan di Kabupaten Sidoarjo ada 3 kawasan yang mengalami penurunan yaitu kawasan lumpur, kawasan Wunut dan kawasan Tanggulangin.
Gambar 2 : Hasil kajian Indra dan Waluyo 2020 berdasar data INSAR sampai April 2020 kawasan Desa Kedungbanteng dan Banjarasri (gambar bulatan kanan atas) mengalami penurunan sampai 40 cm (warna biru gelap).
BPBD Kab Sidoarjo melakukan kajian terhadap banjir ini pada akhir 2020 dan dilanjutkan pada pertengahan tahun 2021 bekerjasama dengan DRPM ITS Surabaya. Kajian meliputi kajian penurunan tanah dengan INSAR, pengukuran GPS, Topografi, pengukuran geolistrik, asesmen hidrologi banjir dan asesmen kerugian bencana. Hasil kajian INSAR dan GPS kawasan tersebut mengalami penurunan (subsidence) 20 cm pertahun dan penurunan terdalam 60 cm sehingga kawasan tersebut menjadi cekung dan saat hujan air hujan tergenang (nganthong). Hasil pengukuran GPS dan hidrologi sungai menunjukkan adanya perrubahan morfologi dasar sungai sehingga ada perubahan arah aliran. Hasil pengukuran geolistrik menunjukkan kawasan tersebut tersusun oleh endapan lempung lunak yang tebal dan ada retakan retakan di bawah kawasan yang turun.
Gambar 3 : Hasil kajian BPBD Sidoarjo dan ITS menujukkan bahwa ratusan rumah terendam air akibat amblesan di Desa Banjarasri dan Kedungbanteng.
Pengkajian kebutuhan pascabencana yang selanjutnya disingkat Jitupasna adalah suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, perkiraan kebutuhan, dan rekomendasi awal terhadap strategi pemulihan yang menjadi dasar penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Perhitungan nilai kerusakan dan kerugian berdasarkan berbagai sektor meliputi Sektor Permukiman, Sektor Infrastruktur, sektor Ekonomi, Sektor Sosial dan Lintas Sektor. Berdasarkan hasil kaji cepat kerusakan dan kerugiaan akibat banjir menunjukkan bahwa setiap terjadi banjir muncul kerusakan dan kerugian mencapai 100 M.
Andang Bachtiar, sekjen Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) memberikan tanggapannya terkait kemungkinan apabila penurunan tanah konsentrik di atas lapangan migas Tanggul Angin dan Wunut itu diakibatkan oleh proses produksi migas dari dalamnya. Kerusakan dan kerugian permanen akibat banjir yang sampai 100 milyar rupiah itu ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata bagi-hasil yang diperoleh Kabupaten Sidoarjo langsung dari usaha produksi gas di 2 lapangan tersebut, yaitu 2-5 milyar rupiah per tahun, meskipun pernah juga mendapatkan sampai 15 milyar rupiah di puncak produksi gasnya di tahun 2019. Andang merekomendasikan untuk melibatkan data dari industri migas melakui SKKMigas dan Ditjen Migas dalam analisis penyebab banjir supaya dapat lebih memastikan penyebab utama dari bencana yang sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu tersebut.
Eko Teguh Paripurno, pengajar Magister Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta sekaligus Ketua Dewan Penasehat Gusdurian Peduli mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjalankan mandat UUD 45, melindungi warga dari bencana. Berkenaan dengan potensi kerugian warga yang nyata moratorium eksploitasi migas menjadi salah satu pilihan, seiring dengan kewajiban kita melakukan mitigasi dan operasi tanggap darurat. Kasus ini hendaknya juga menjadi pembelajaran bagi usaha-usaha eksplotasi sumberdaya yang bepotensi memuncupkan bencana ekologis untuk menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih serius.
Amien Widodo, Dosen Teknik Geofisika ITS ikut bertanggung jawab atas kepercayaan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo kepada Pusat Penelitian Manajemen Kebencanaan dan Perubahan Iklim untuk melakukan kajian penurunan tanah tersebut. Kami bersama BPBD Sidoarjo terus berusaha mensosialisasikan hasil kajian ini agar mendapat perhatian pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemerintah pusat khususnya Kementerian ESDM. ITS menyelenggarakan beberapa kali webinar bersama banyak komunitas. Surat resmipun kita kirim ke Gubernur Jawa Timur baik lewat berbagai organisasi profesi maupun resmi lewat ITS. Kami juga memanfaatkan JTV Channel untuk mengkomunikasikan masalah ini dan terakhir ITS bersama Gusdurian, ADPMET, UPN dan UNAIR menyelenggarakan webinar ini.
Kenapa ini harus segera mendapatkan perhatian segera? Hal ini karena data INSAR sampai awal 2021 menunjukkan penurunan masih terus berlangsung sampai sekarang. Belum ada tanda tanda mau berhenti. Oleh karena keadaan tersebut maja kajian penyebab penurunan sangat dibutuhkan segera dilakukan secara mendetail. Otorita kewenangan kajian tersebut ada di Kementerian ESDM khususnya Badan Geologi, maka disarankan kepada bapak Kepala Badan Geologi melakukan kajian penyebab penurunan tersebut.
Gambar 4 : Acara Webinar Penurunan Tanah Kabupaten Sidoarjo yang diselenggarakan oleh Gusdurian Peduli
Penurunan tanah merupakan suatu proses menurunnya tanah pada suatu kawasan yang cukup luas yang bisa terjadi secara alami karena
Awalnya gunung berbatu batu Panas hujan melapukkan batu Batu batuan berubah jadi tanah Pohon ikut mempertebal tanah Pohon pohon
Teknik Geofisika ITS bekerjasama dengan BMKG Juanda Dan MGMP Geografi Jatim mengadakan Webinar : ANTISIPASI ANGIN PUTING BELIUNG bersama