Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Indonesia 2005), pegon diartikan dengan “aksara arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa; tulisan Arab yang tidak dengan tanda-tanda bunyi (diakritik); tulisan Arab gundul.”Makna ini juga diakui di beberapa negara-negara yang bahasanya tumbuh dari bahasa Melayu paling tidak menurut para penyusun Kamus Bahasa Melayu Nusantara Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei 2011(www.nu.or.id/).
Pegon, berasal dari kata Jawa “pego” bermakna ora lumrah anggone ngucapake , merupakan tatanan huruf Arab yang dibaca dengan pelafalan menurut sistem huruf Jawa, carakan (Kromowapiro 1867; Pigeaud 1967; Pudjiastuti 1994). Arab pegon meskipun bentuknya hijaiyah sesungguhnya bukan tulisan Arab, melainkan hanya meminjam huruf Arab. Aksara Pegon tidak selalu digunakan menuliskan teks-teks keagamaan, aksara ini digunakan dalam penulisan primbon, rajah, wafaq, azimat, hizib, berbagai mantra; termasuk mantra pengasihan, pelet, serta penulisan pawukon (ilmu astrologi), dan lain sebagainya yang sama sekali bukan teks Islam (www.nusantarainstitute.com)
Aksara pegon tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan Islam di Jawa abad 14. Melalui penelitian aksara pegon akan dapat diungkap multikulturalisme pemahaman masyarakat Islam di masa lalu melalui karya yang diciptakannya. Manuskrip-manuskrip yang tersimpan di museum, di pesantren-pesantren menjadi warisan intelektual nenek moyang bangsa Indonesia di masa lalu yang hingga kini masih dirujuk. Bahkan sistem penulisan dengan menggunakan aksara pegon masih dipraktikkan hingga sekarang (fib.unair.ac.id).
Pegon juga berfungsi untuk surat menyurat. Terutama santri kepada santriwati. Surat-surat raja-raja zaman dulu juga menggunakan aksara pegon sebagai media komunikasi dengan raja yang lain, agar kolonial tidak bisa membaca. Jadi aksara pegon juga menjadi huruf yang sangat taktis yang bisa digunakan untuk mengelabui kolonial agar tidak paham,” tuturnya. Fungsi yang tidak kalah penting dari aksara pegon adalah penulisan mantra, seperti kitab Mujarobat ditulis dengan huruf pegon, berisi doa-doa, baik untuk mahabbah maupun untuk kepentingan yang lain. Pesan Menteri Agama “Kongres aksara pegon ini benar-benar menemukan momentumnya. Saya berharap agar tidak hanya pembakuan, tapi kongres ini juga menginisiasi proses digitalisasi aksara pegon agar dapat mengikuti perkembangan zaman,” (https://diy.kemenag.go.id)
Asisten Deputi Bidang Koordinasi Literasi, Inovasi, dan Kreativitas Kemenko PMK Molly Prabawaty menyatakan, aksara daerah merupakan representasi identitas kultural. Di mana bukan hanya sebagai media komunikasi, namun menjadi bagian dari nilai-nilai dan ekspresi masyarakat yang menunjukkan kearifan lokal gagasan besar masyarakat di masa itu yang menjadi warisan dan penanda kebesaran daerah-daerah di Indonesia kala itu. Supaya aksara tersebut tetap lestari dan tidak hilang dimakan zaman, maka pengupayaan SNI harus dilakukan untuk pelestarian dan pendesiminasian aksara daerah bisa lebih mudah.
Kami ITS dan komunitas Begandring bekerja sama dengan Kundha Kebudayaan DIY, Universitas Indonesia dan Kurator mengadakan webinar dengan tujuan untuk mengenalkan aksara pegon dan makna bagi bangsa Indonesia dengan judul “WEBINAR MAKNA AKSARA PEGON BAGI BANGSA INDONESIA”, bersama :
Keynote Speaker :
Pemberi sambutan pembuka:
Narasumber:
Sebagai Moderator:
Sebagai Host:
Yang akan diselenggarakan pada:
Materi narasumber dapat diakses melalui link berikut ini:
Ibu Prof. Dwikorita Karnawati Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan secara umum sepanjang tahun 2025 hujan diperkirakan
Nusantara terletak di jalur Ring of Fire atau cincin api Pasifik, yaitu jalur di sepanjang samudra Pasifik yang ditandai
ITS sudah lama mengembangkan ilmu terkait material tambang seperti yang di Program Studi Sarjana Teknik Material (PSSTM), Departemen Teknik