Setiap gunung api aktif selalu dipantau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMG) untuk menilai status bahaya gunung api. Alat pantau gunung api aktif antara lain seismometer untuk memgamati kegempaan, tiltmeter untuk pengukuran perubahan puncak gunung, inframerah untuk pengamatan suhu, alat pantau gas dsb.
Status bahaya gunung api dibagi menjadi 4 level yaitu :
Kegiatan gunungapi berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
Pada level ini, aktivitas dibolehkan mendekati puncak atau kawah gunung berapi. Kita bisa melihat langsung erupsi G.Bromo di bibir kawah. Para pendaki juga dibolehkan sampai ke puncak G.Semeru dsb.
Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya.
Pada level ini dilarang ada aktivitas masyarakat mendekati kawah atau puncak gunung sampai radius yang sudah ditentukan sesuai batas Kawasan Rawan Bencana III. Ancaman gas beracun, lava, hujan batu pijar, hujan abu sangat deras. Radius KRB III sudah ditentukan setiap gunung berbeda beda. Misal G.Bromo sampai seluas lautan pasir, sedangkan G.Kelud KRB III lebih luas lagi (Gambar).
Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan.
KRB III dan KRB II harus dikosongkan dari kegiatan manusia dikhawatirkan terjena jatuhan batu pijar, hujan batu dan awan panas. Misal G.Bromo sampai radius 6 km dari puncak.
Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama.
Pada level ini, radius yag dikosongkan bisa mencapai 10 km bahkan penduduk di pinggir sungai yang berhulu di puncak gunung api juga harus mengungsi karena kawasan sekitar sungai ini termasuk KRB I rawan banjir lahar panas maupun banjir lahar dingin.
Perubahan status ke level berikutnya bisa lambat selama berhari hari, bisa sangat cepat hanya beberapa jam saja. Misal G.Kelud tahun 2014, ditetapkan level III (siaga).. 2 jam kemudian menjadi Level IV (Awas). Masyarakat yang bermukim di sekeliling puncak G. Kelud mengungsi berbarengan turun. Alhamdulillah tidak ada korban karena masyarakat lereng Kelud sudah belajar dari kejadian sebelumnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi mendominasi hampir 95 persen kejadian bencana di Indonesia selama beberapa tahun
Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Kuliah Tamu “Subsurface Interpretation from Gravity and Magnetic Data in New Zealand” bersama
Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Architecture and dynamics of the Youngest Toba Tuff (YTT) magma reservoirs: insight from