Perilaku manusia modern dalam seratus tahun terakhir ini, telah memicu perubahan alam semesta yang bersifat meluas dengan dampak yang tak bisa dipulihkan. Salah satu perubahan terbesar pada bumi ini adalah kenaikan suhu atmosfer yang menimbulkan pemanasan atmosfer secara global. Pemanasan ini berpengaruh khususnya pada hidrosfer yang melingkupi kehidupan semua makhluk. Akibat negatif pemanasan ini mempengaruhi keberlanjutan hidup hayati. Perubahan sirkulasi energi di atmosfer yang menyebabkan perubahan presipitasi secara global namun dengan dampak yang berbeda-beda, di mana pada kawasan sekitar khatulistiwa akan terjadi fenomena El-Niño yang lebih permanen dan musim hujan yang lebih basah dan musim kemarau yang lebih kering pada sistem muson.
Selain dari perubahan iklim akibat pemanasan atmosfer yang dipicu aktivitas manusia, terjadi pula transformasi penggunaan lahan secara signifikan di berbagai penjuru dunia. Perubahan tutupan lahan meningkatkan risiko erosi, memperbesar limpasan permukaan dan memiliki dampak pada kehidupan sosial masyarakat penduduk di bumi yang mendekati angka 7 miliar. Perubahan tata guna lahan ini dipicu khususnya oleh pertanian dan kegiatan ekstraksi mineral lainnya, menurunkan kualitas lahan. Akibat dari perubahan ini menimbulkan akumulasi krisis karena kombinasi dari penurunan kesuburan lahan dan perubahan presipitasi akibat pemanasan global akan menjadi risiko bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Kedua peristiwa ini menjadi ciri dari periode kehidupan manusia, yang di dalam penanggalan absolut disebut masa holosen ini. Indonesia sebagai negara di khatulistiwa dengan keragaman geologi permukaan dan variabilitas iklim yang tinggi, memiliki risiko yang tidak kecil terkait kedua peristiwa ini.
Ketika dampak perubahan iklim meningkat dan populasi global bertambah, dengan bekerja sama untuk menyeimbangkan hak asasi manusia dan kebutuhan setiap orang, air dapat menjadi kekuatan penstabil dan katalisator pembangunan berkelanjutan. Semua harus bersatu dalam melindungi dan melestarikan sumber daya yang paling berharga tersebut dengan selalu memperingati Hari Air Sedunia 22 Maret. Tujuan program ini meningkatkan kesadaran akan permasalahan utama yang berkaitan dengan air dan menginspirasi tindakan untuk mengatasi krisis air dan sanitasi.
Indonesia berada di kawasan tropis dengan dua musim yang tegas dan dalam perjalanannya ada anomali, musim hujan serta musim kemarau berlangsung lama sehingga muncul paceklik air. Kejadian alam kekeringan dan kekurangan air bersih sudah berlangsung berabad abad. Ini berarti peradaban terdahulu telah mengembangkan berbagai cara untuk mengatasi, mestinya muncul kecerdasan lokal yang dimiliki setiap kawasan di Nusantara saat itu.
Kami Departemen Teknik Geofisika ITS, Kementerian KLHK, Badan Geologi -ESDM- MKTI-IAGI-Universitas Islam Internasional dan Komunitas Sahabat Bumi akan menyelenggarakan Webinar PERUBAHAN IKLIM DAN KRISIS AIR BERSIH dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan iklim dan perubahan penggunaan lahan mempengaruhi krisis air bersih. Harapannya kita semua bisa ikut berpartisipasi mengurangi dampak tersebut:
Keynote Speaker
Narasumber
Penanggap
Moderator
yang akan diselenggarakan pada :
Materi narasumber dapat diunduh melalui link berikut ini:
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi mendominasi hampir 95 persen kejadian bencana di Indonesia selama beberapa tahun
Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Kuliah Tamu “Subsurface Interpretation from Gravity and Magnetic Data in New Zealand” bersama
Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu “Architecture and dynamics of the Youngest Toba Tuff (YTT) magma reservoirs: insight from