Raden Ajeng KARTINI (21 April 1879-21 April 2024)
Keteladanan akan Kesalehan dan kepedulian Sosial dalam Pengurangan Risiko Bencana
Oleh Dr. Ir. Wahyudi, M.Sc
“Terlalu kecil jika hanya dikenang sebagai pejuang emansipasi wanita. RA Kartini JUGA PAHLAWAN KEMANUSIAAN, PEJUANG KEBABGKITAN BANGSA, dan PEJUANG PLURALISME”
RA Kartini lahir pada 21 April 1879 dan pada 17 September 1904. Lahir dari seorang ibu bernama Mas Ayu Ngasirah, putri dari Nyai Hajah Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama dari Jepara. Ayahandanya seorang bangsawan Jawa Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara, yang memiliki garis keturunan dari Hamengkubuwono IV dan nenek moyang dari istana Kerajaan Majapahit.
Filsuf Wanita yang Agung Seniman dan Penulis Hebat
Walapun sebagai putri bangsawan tetapi secara hati nurani, sejak umur 12 tahun RA Kartini sudah meniggalkan kebangsawanannya, dan menjadi seorang pekerja biasa. Ia adalah seorang koki, yang menurut penilaiannya sendiri masakannya pasti enak. Sebagai pembatik yang diakui banyak orang bermutu tinggi. RA Kartini adalah seorang pelaku penggiat dan pecinta seni, konseptor dan pemikir. RA Kartini adalah seniwati, seorang maesenas, seorang penulis puisi, pelukis, pembatik, mencintai gamelan, seorang pengarang dan penulis yang memperjuangkan nasib rakyatnya melalui tulisan!
Saat berumur 16 tahun, tulisannya tentang perkawinan adat di Jawa Tengah “dilamar” untuk diterbitkan pada Majalah Belanda. Padahal artikel itu ditulis 4 tahun sebelumnya! Lebih dari itu, ia adalah seorang pemikir dan konseptor. Cita-citanya yang tak pernah tanggal sekejap pun dari pikirannya adalah memperjuangkan dan menaikkan derajat rakyatnya!
Memiliki Kepekaan Kepedulian dan Kesalehan Sosial Luar Biasa
Walau hidup terkurung dan tersekat secara fisik oleh tembok kadipaten, RA Kartini memiliki kepekaan sosial dan kepedulian sosial luar biasa. Ia mempunyai rasa empati (dapat merasakan penderitaan orang lain) dan simpati (peduli akan penderitaan orang lain) terhadap penderitaan rakyatnya. Sebagian besar informasi itu ia peroleh dari bacaan.
Pengenalannya terhadap rakyat ia peroleh terutama dari karangan Multatuli, dari koran dan majalah, serta dari diskusi dengan kaum intelek, terutama ayah dan pamannya. Pengetahuan sastra ia peroleh dari buku sastra Belanda dan dunia. RA Kartini juga membaca buku-buku karangan dalam Bahasa Jawa, misalnya Wulangreh, Centini, hikayat-hikayat Panji, Menak, dan Pewayangan.
RA Kartini memiliki jiwa yang agung. Merasa seperasaan dengan rakyatnya yang miskin dan melarat. Ia dapat melihat bahwa kemelaratan kemiskinan itu adalah mata rantai penderitaan yang membelenggu seluruh rakyat pribumi. Apapun yang direnungkan, dipikirkan, dan disimpulkan, akhirnya sampai pada satu: Kerja!, Kerja untuk rakyatnya!
Pejuang Pluralisme Kesalehan-Kepedulian Sosial dan KAS
Pada suatu masa ketika terjadi wabah kelaparan di Tlatah Blora, RA Kartini terbelalak dan menulis surat kepada sahabatnya Ny. Abendanon. Ada apa? Karena bantuan beras beberapa lori untuk rakyat yang kelaparan dikirim dan datang dari pengusaha keturunan China di Semarang. Kemudian RA Kartini mengkritik. Mengapa bantuan bukan dari pemerintah dan bukan dari kalangan masyarakat yang lain, tetapi dari pengusaha Tionghoa yang selama ini dipandang sebelah mata bahkan dihujat karena “berbeda”. Namun sayang “momen indah” tersebut “ketlisut/kesingsal” tak dimasukkan ke dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” oleh Armyn Pane.
Mirip yang dilakukan oleh Ki Ageng Suryomentaram (KAS). Persis 13 tahun setelah kelahiran RA Kartini, lahirlah Putera ke 55 Raja Hamengkubuwono VII yang diberi nama RM Kurdiaji, yang kelak lebih dikenal sebagai KAS. Sorang pangeran dari Kerajaan Mataram yang menanggalkan kebangsawanannya setelah melihat penderitaan dan perjuangan rakyatnya di sepanjang perjalanan dari Surakarta ke Yogyakarta. Ki Ageng Suryomentaram dijuluki oleh sahabatnya dari Perancis sebagai filsuf dan psikolog Jawa, karena salah-satunya dari bukunya tentang Olah Raos. Manusia hidup bersosial harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Di saat masa krisis seperti ini, sikap dan tindakan peduli terhadap nasib sesama sangat dibutuhkan. Kesalehan sosial, kepedulian sosial kita merupakan obat dan senjata paling ampuh untuk mengalahkan covid 19.
Selamat memperingati Hari Kartini. Dengan semangat kesalehan dan kepedulian sosial RA Kartini. kita saling membantu tetulung sesama untuk segera mengakhiri wabah pandemi covid 19.
Wonorejo, 21 April 2020
Sebagian tulisan ini saya ambil dari Panggil Aku KartiniSaja Karya PAT (Wahyudi Citrosiswoyo)
Catatan untuk 21 April 2024:
Walaupun Pandemi Covid-19 telah berlalu, tetapi semangat kesalehan/kepedulian sosial RA Kartini dan Ki Ageng Suryo Mentaram tetap kita butuhkan dalam segala aspek kehidupan, terutama dalam Pengurangan Risiko Bencana. Yaitu sikap dan perilaku peduli terhadap penderitaan sesama, terhadap bumi seisinya serta terhadap keberlangsungan hidup generasi kita manusia Indonesia dan manusia lain penghuni planet ini di masa yang akan datang.
Raden Ajeng KARTINI (21 April 1879-21 April 2024) Keteladanan akan Kesalehan dan kepedulian Sosial dalam Pengurangan Risiko Bencana Oleh
Puasa Satu Teknologi Pertahanan Oleh Prof. Daniel Mohammad Rosyid, Ph.D Latar Belakang Shaum yang sering diterjemahkan sebagai puasa adalah
Maritiming Indonesia Oleh Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D @Rosyid College of Arts Dalam artikel opininya di Harian Kompas